Tuesday, October 23, 2012

Minta Sumbangan

12.00 WITA. Dari kantor pulang untuk istirahat, sholat, makan. Motor di gas menuju warung padang favorit di kawasan bundaran simpang empat. Sesampainya dikost, niat mau minum, astagaaa.... air galon habis. Terpaksa isi dulu didepan gang dekat kost. Setelah itu minum kemudian makan dengan tenang dan lahap, karena nasi padangnya 'rancak bana'. Semuanya menyenangkan, sampai tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamar. Bukan. Itu bukan mengetuk, tapi menggedor. Kaget campur penasaran, dengan tangan kanan yang masih basah bekas makanan, belum sempat cuci tangan., pintu saya buka sambil bilang "Iya, ada apa ya Pak?"
Dua orang laki-laki paruh baya berdiri di depan pintu sambil memegang kertas, kertas sumbangan ternyata. Dengan sibuk saya mencari uang kecil untuk diberikan karena sudah terlanjur buka pintu - jujur saja kalau tau mereka "orang yang minta sumbangan", pintu pasti bakal saya tutup rapat-rapat - . Fuck! Ternyata uang kecil saya tak punya, yang ada dua puluh ribu satu lembar dan sepuluh ribu dua lembar. Well, dengan berat hati saya berikan uang sepuluh ribu itu. Kemudian saya tutup pintu dengan kesal setelahnya.
Dan ternyata kekesalan itu tak mau hilang juga sampai seharian.

 Beramal kok kesal? Kata ibu guru agama sekolah dasar dulu, beramal itu berpahala, banyak beramal banyak pahala. Kalau beramal tapi tidak ikhlas itu namanya dosa.
Biar saja dosa, justru saya ikhlas berdosa, karena kekesalan ini sangat kesal sekali rasanya.

Orang yang minta sumbangan itu menyebalkan sekali. Bukan perkara jumlahnya. Saya berani bertaruh kalau saja semua orang bertemu dengan orang minta sumbangan itu pasti juga rela berdosa ketimbang beramal. Setelah saya ingat-ingat dulu orang itu juga pernah minta sumbangan, dengan cara tidak sopan dan terkesan memaksa, menggedor-gedor pintu tetangga saya. Saat itu pintu kamar saya sedang terbuka, karena ada teman yang sedang berkunjung. Teman saya yang memberi sumbangan dua ribu rupiah. Itu pun dengan berat hati dia keluarkan, karena mereka sangat tidak sopan sekali. Kelihatan sekali kalau mereka bukan dari sebuah mesjid, panti asuhan atau pesantren seperti yang mereka bilang mereka berasal dari sana. Mereka yang bekerja dan menggerakkan hati mereka untuk semata-mata karena Tuhan tidak akan serancu itu kredibitasnya. Mereka hanya cecunguk-cecunguk penipu, pecundang yang menyedihkan. Yang hidup tanpa punya rasa malu dan penghormatan atas diri mereka sendiri. Despicable human being. 

Biar saja adanya tulisan ini terkesan nambah-nambahin dosa. Monggo, silakan dicatat kanjeng Atid. Saya ikhlas. Daripada saya harus tidur dengan hati dongkol karena rasa marah dan benci belum tercurahkan.

Kalaupun hari ini saya menjadi bodoh atau merasa terbodohi oleh dua orang super idiot itu, maka semoga kalian celaka hai para penipu!



No comments:

Post a Comment